Terobosan Pengobatan Lupus dengan Terapi Sel Punca Mesenkim (MSC)





Terobosan Pengobatan Lupus dengan Terapi Sel Punca Mesenkim (MSC)
Diterbitkan oleh
Prof.Dr. dr. Dewi Masyithah Darlan DAP& E.MPH.Sp.Park
Diterbitkan pada
Rabu, 28 Agustus 2024


Temukan potensi Sel Punca Mesenkim (MSC) sebagai terapi alternatif yang menjanjikan untuk Lupus Eritematosus Sistemik (SLE), dengan efek samping lebih sedikit dan pengaturan imun yang lebih baik. Pelajari bagaimana MSC dapat merevolusi pengobatan penyakit autoimun melalui penelitian terkini oleh Dr. Dewi Masyithah Darlan dan timnya.
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun kronis yang ditandai oleh peradangan dan kerusakan pada berbagai organ tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh produksi autoantibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri, yang ditandai dengan kehadiran limfosit autoreaktif poliklonal dan produksi autoantibodi bermutasi somatik. Hal ini menyebabkan inflamasi berat dan disfungsi beberapa organ. SLE menyebabkan kerusakan pada kulit, sendi, ginjal, dan organ lainnya.
Dr. Dewi Masyithah Darlan dari Departemen Parasitologi Universitas Sumatera Utara menyatakan, “Dari laporan terbaru, jumlah penderita SLE di seluruh dunia berkisar antara 40 hingga 50 dari 100.000 orang, dengan prevalensi dua hingga tiga kali lebih tinggi pada pasien keturunan Asia dibandingkan dengan orang Eropa. Artinya, orang Asia seperti kita sangat rentan terkena penyakit ini,” ujarnya.
Untuk mengobati penyakit ini, beberapa masyarakat menggunakan terapi pengobatan konvensional yang melibatkan penggunaan obat penekan kekebalan dan agen imunomodulator. Meskipun dapat mengurangi peradangan, efeknya seringkali hanya sementara dan membutuhkan penggunaan jangka panjang, yang berisiko menimbulkan efek samping serius seperti infeksi dan kegagalan organ.
Oleh karena itu, Dr. Dewi Masyithah Darlan mengatakan, “Saat ini kita harus segera mencari terapi lain yang lebih efektif dan aman untuk mengobati penyakit lupus ini, karena efek samping penggunaan obat pada terapi konvensional sangat berbahaya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Dewi Masyithah Darlan menjelaskan, “Saya dan tim peneliti, baik dari USU maupun luar USU, saat ini sedang melakukan penelitian tentang Mesenchymal Stem Cells (MSC), karena MSC ini memiliki peluang yang besar untuk menyembuhkan penyakit lupus dengan efek samping yang lebih sedikit,” jelasnya.
Sel Punca Mesenkim (MSC) saat ini telah menarik perhatian karena kemampuannya dalam mengatur sistem kekebalan tubuh. MSC adalah sel multipoten yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel, seperti sel tulang, tulang rawan, lemak, dan sel saraf. Selain itu, MSC juga memiliki sifat imunomodulator yang dapat menghambat sel-sel kekebalan tubuh yang berlebihan.
Penelitian yang dilakukan pun berbuah manis; MSC dapat membantu mengatasi SLE dengan cara menekan aktivitas sel-sel imun yang berlebihan. Salah satu mekanisme penting adalah melalui pembentukan sel T-regulator (Treg), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan sistem kekebalan tubuh. Pada pasien SLE, jumlah sel Treg seringkali berkurang, yang menyebabkan ketidakseimbangan dan peradangan kronis.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dewi Masyithah Darlan menunjukkan bahwa MSC dapat meningkatkan jumlah sel Treg pada pasien SLE. Dalam penelitiannya, dilakukan isolasi MSC dari tali pusar dan dikultur bersama sel darah putih dari pasien SLE selama dua hingga tiga minggu. Sel-sel ini menunjukkan karakteristik bentuk spindle mirip sel fibroblas dan mampu berdiferensiasi secara osteogenik, ditandai dengan endapan kalsium setelah 20 hari perlakuan. Kemudian, analisis sitometri aliran mengungkapkan bahwa MSC dari tali pusar mengekspresikan penanda spesifik CD90, CD105, dan CD73 dengan level tinggi, serta tidak memiliki ekspresi Lin. Dalam ko-kultur dengan PBMC dari pasien SLE, MSC berhasil meningkatkan persentase sel iTreg CD4+CD25+FoxP3+, menunjukkan kemampuan MSC untuk menginduksi diferensiasi sel T naif menjadi iTreg fungsional.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa MSC meningkatkan level TGF-β1 dalam supernatan ko-kultur dengan PBMC dari pasien SLE, yang berperan penting dalam pembentukan iTreg. Peningkatan signifikan TGF-β1 ditemukan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol, yang mengindikasikan peran MSC dalam mempromosikan regulasi sel Treg fungsional melalui pelepasan sitokin anti-inflamasi. Temuan ini menyoroti potensi MSC sebagai agen terapeutik dalam mengendalikan penyakit autoimun seperti SLE, dengan mekanisme yang melibatkan induksi sel Treg melalui pelepasan TGF-β1 dan penekanan respons imun inflamasi.
Dr. Dewi Masyithah Darlan menjelaskan bahwa, “Alhamdulillah, dari hasil penelitian kami, MSC dapat menjadi salah satu alternatif terapi yang menjanjikan untuk mengendalikan penyakit SLE ini. Hal ini dikarenakan MSC bekerja dengan melepaskan sitokin anti-inflamasi seperti Transforming Growth Factor Beta 1 (TGF-β1) dan Interleukin-10 (IL-10). TGF-β1, khususnya, berperan dalam menginduksi sel Treg dan mengatur respons imun. Pada penelitian ini, ditemukan fakta menarik bahwa tingkat TGF-β1 meningkat secara signifikan dalam kultur MSC dengan sel darah putih dari pasien SLE, yang mendukung pembentukan sel Treg dan membantu mengendalikan peradangan,” jelasnya.
Sel Punca Mesenkim (MSC) menawarkan harapan baru dalam pengobatan lupus eritematosus sistemik (SLE). Dengan kemampuannya untuk mengatur sistem kekebalan tubuh dan mendorong pembentukan sel Treg, MSC dapat menjadi alternatif terapi yang efektif dan aman.
Meskipun demikian, Dr. Dewi Masyithah Darlan menjelaskan bahwa penelitian ini masih dalam tahap awal, tetapi menjanjikan untuk mengendalikan respons imun yang berlebihan pada penyakit SLE. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme kerja MSC secara mendalam dan mengembangkan aplikasi klinis yang lebih luas untuk mengatasi penyakit autoimun seperti SLE.
Detail Paper
- (a) Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
- (b) Pusat Unggulan IPTEK Tissue Engineering, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
- (c) Stem Cell and Cancer Research (SCCR), Medical Faculty, Sultan Agung Islamic University (UNISSULA), Semarang, Indonesia
- (d) Department of Postgraduate Biomedical Science, Medical Faculty, Sultan Agung Islamic University (UNISSULA), Semarang, Indonesia
- (e) Department of Pathological Anatomy, Medical Faculty, Sultan Agung Islamic University (UNISSULA), Semarang, Indonesia
- (f) Department of Dermatology and Venereology, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia