A11Y

HOME

MENU

CARI

Rahasia Buah Malaka: Jejak Tradisi yang Dibuktikan Sains Modern

Diterbitkan Pada22 September 2025
Diterbitkan OlehDavid Kevin Handel Hutabarat
Rahasia Buah Malaka: Jejak Tradisi yang Dibuktikan Sains Modern
Copy Link
IconIconIcon

Rahasia Buah Malaka: Jejak Tradisi yang Dibuktikan Sains Modern

 

Diterbitkan oleh

David Kevin Handel Hutabarat

Diterbitkan pada

Senin, 22 September 2025

Logo
Download

Penelitian lintas universitas membuktikan bahwa ekstrak buah malaka (Phyllanthus emblica) dengan metode MAE meningkatkan kandungan polifenol dan flavonoid. Uji biologis menunjukkan aktivitas antioksidan dan antidiabetes yang menjanjikan, membuka peluang pengembangan pangan fungsional.

Di berbagai pelosok Nusantara, nama malaka mungkin tidak asing. Buah kecil berwarna hijau kekuningan ini, yang dalam literatur ilmiah dikenal sebagai Phyllanthus emblica, sudah lama dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional. Rasanya yang asam dan getir kerap membuat orang meringis, tetapi di balik itu tersimpan khasiat yang luar biasa.


Kini, sebuah riset yang dipimpin oleh tim lintas universitas mengangkat kembali khazanah lama ini dengan pendekatan modern. Artikel ilmiah mereka berjudul Microwave-assisted extraction enhances the antioxidant and anti-diabetic activities of polyphenol-rich Phyllanthus emblica fruit extract terbit di jurnal Discover Food pada tahun 2025. Artikel tersebut ditulis oleh Monica Suryani, Ana Yulyana, Khairani Fitri, Lokot Donna Lubis, Wardiyah Daulay, Chemayanti Surbakti, Ririn Astyka, dan Muhammad Fauzan Lubis.


Sumaiyah, salah satu dosen Universitas Sumatera Utara mengungkapkan jika penelitian ini bukan hanya sekadar eksperimen di laboratorium, melainkan sebuah misi untuk menjembatani kearifan lokal dengan inovasi ilmiah modern. Sumaiyah, teringat bagaimana sejak kecil ia mengenal buah ini dari cerita keluarga. Malaka sering dijadikan jamu untuk menjaga daya tahan tubuh, meski rasa asamnya kerap membuat anak-anak menolak meminumnya. Kini, ia dan rekan-rekannya berusaha membuktikan dengan pendekatan ilmiah mengapa ramuan tradisional itu begitu dipercaya. Menurutnya, langkah ini bukan sekadar penelitian, melainkan cara untuk menjaga jembatan antara budaya dan sains.


Masalah yang mereka angkat bukanlah hal kecil. Diabetes, terutama tipe 2, menjadi salah satu ancaman kesehatan paling serius di dunia modern. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan jumlah penderita bisa melampaui 350 juta orang pada tahun 2030, sebuah angka yang mencemaskan. Di Indonesia sendiri, prevalensinya terus meningkat seiring gaya hidup yang serba cepat, makanan tinggi gula, serta minim aktivitas fisik. Obat-obatan memang tersedia, tetapi banyak pasien mengeluhkan efek samping jangka panjang. Dari sinilah lahir gagasan untuk mencari alternatif alami yang lebih aman.


Buah malaka menjadi kandidat yang menjanjikan. Tanaman ini kaya akan vitamin C, polifenol, dan flavonoid—senyawa yang dikenal sebagai antioksidan alami. Tradisi telah membuktikan manfaatnya, tetapi sains perlu memberi bukti kuat. Tim peneliti lalu memilih pendekatan yang berbeda dari metode konvensional. Alih-alih menggunakan perebusan atau maserasi yang memakan waktu lama, mereka memanfaatkan gelombang mikro dalam proses ekstraksi. Teknik ini dikenal sebagai microwave-assisted extraction (MAE), yang bekerja dengan memanaskan sampel dan pelarut secara cepat sehingga senyawa aktif lebih mudah dilepaskan.


Hasil pengujian menunjukkan bahwa kombinasi paling optimal terjadi pada pelarut etanol 70 persen, daya microwave sekitar 432 watt, dan waktu ekstraksi 13 setengah menit. Dari kondisi inilah diperoleh ekstrak dengan kadar polifenol dan flavonoid jauh lebih tinggi dibandingkan cara lama. Angka-angka yang muncul dari laboratorium bukan sekadar statistik, melainkan bukti bahwa teknologi modern dapat mengangkat nilai dari bahan alami yang sederhana.


Bukan hanya jumlah senyawa yang meningkat, melainkan juga jenisnya. Analisis lanjutan menemukan adanya quercetin, rutin, dan kaempferol—tiga nama yang sering disebut sebagai pahlawan kecil dalam dunia biomedis. Senyawa-senyawa ini bekerja sebagai penangkal radikal bebas, memperkuat sistem pertahanan sel, bahkan berperan menurunkan kadar gula darah. Sumaiyah menekankan bahwa penemuan ini menghubungkan keyakinan masyarakat dengan bukti ilmiah. “Apa yang dulu hanya dipercaya secara turun-temurun, kini bisa kita jelaskan secara sains,” ujarnya.


Namun, riset tidak berhenti di laboratorium kimia. Tim kemudian melangkah ke tahap uji biologis pada tikus percobaan yang sengaja diinduksi diabetes. Selama tiga puluh hari, hewan-hewan itu diberi ekstrak malaka dalam dosis tertentu. Hasilnya membuat para peneliti terkejut sekaligus gembira: kadar gula darah puasa menurun drastis, kadar HbA1c yang menjadi indikator gula darah jangka panjang juga ikut turun, sementara aktivitas enzim antioksidan dalam tubuh meningkat. Lebih dari itu, pemeriksaan histologi menunjukkan perbaikan struktur pankreas, seakan-akan organ yang rusak mulai pulih.


Gambaran tersebut memberi harapan baru. Ekstrak malaka hasil MAE terbukti memiliki dua peran sekaligus: melawan radikal bebas dan membantu mengendalikan gula darah. Bahkan dalam uji enzim, ekstrak ini mampu menghambat α-amylase dan α-glucosidase, dua enzim yang memicu peningkatan gula darah setelah makan. Efek ini hampir sebanding dengan obat standar seperti acarbose, meski berasal dari bahan alami. Bagi masyarakat yang membutuhkan alternatif lebih ramah tubuh, temuan ini terasa seperti oase.


Narasi penelitian ini juga tak lepas dari kerja sama lintas universitas. Selain Universitas Sumatera Utara, terdapat peneliti dari Jakarta, Medan, dan berbagai institusi lain yang turut serta. Kolaborasi ini menggambarkan betapa isu kesehatan membutuhkan sinergi, bukan hanya kerja individu. Di balik tabung reaksi dan grafik hasil uji, ada wajah-wajah yang penuh dedikasi, menghabiskan waktu berjam-jam untuk memastikan setiap angka yang tercatat benar-benar sahih.


Meski hasilnya menjanjikan, tim menyadari bahwa perjalanan masih panjang. Uji klinis pada manusia adalah langkah berikutnya, yang tentu memerlukan biaya, waktu, dan tenaga lebih besar. Namun, potensi lain juga terbuka: mengembangkan ekstrak ini sebagai pangan fungsional. Bayangkan jika masyarakat bisa mencegah diabetes melalui minuman herbal, suplemen, atau makanan ringan berbasis malaka. Ini bukan sekadar kesehatan, melainkan juga peluang ekonomi lokal.


Dalam refleksi pribadi, Sumaiyah sering menyebut bahwa penelitian ini bukan hanya soal data, tetapi juga soal identitas. Indonesia kaya dengan tanaman obat, tetapi sering kali riset dan pengembangannya tertinggal. Dengan menggabungkan kearifan lokal dan teknologi modern, bangsa ini sebenarnya mampu menghasilkan terobosan yang diakui dunia. Apa yang dilakukan terhadap buah malaka hanyalah satu contoh kecil dari potensi besar yang masih tersembunyi.


Kisah buah kecil yang sering terabaikan ini mengajarkan bahwa solusi besar bisa lahir dari sesuatu yang sederhana. Dari cerita nenek moyang di desa, malaka kini melangkah ke jurnal internasional, menjadi bukti bahwa sains mampu meneguhkan apa yang selama ini diwariskan. Dan di balik perjalanan itu, ada sekelompok peneliti yang berusaha memastikan bahwa warisan budaya tidak berhenti di rak obat tradisional, melainkan terus hidup dalam penelitian modern.

SDGsSDGs 3

Detail Paper

JurnalDiscover Food
JudulMicrowave-assisted extraction enhances the antioxidant and anti-diabetic activities of polyphenol-rich Phyllanthus emblica fruit extract
PenulisMonica Suryani (1), Ana Yulyana (2), Sumaiyah (2), Khairani Fitri (3), Lokot Donna Lubis (4), Wardiyah Daulay (5), Chemayanti Surbakti (6), Ririn Astyka (7), Muhammad Fauzan Lubis (8)
Afiliasi Penulis
  1. Departemen Farmasi, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara, Medan, Indonesia
  2. Fakultas Farmasi, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta, Indonesia
  3. Departemen Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia
  4. Departemen Farmasi, Fakultas Farmasi, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
  5. Departemen Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia
  6. Departemen Keperawatan Komunitas dan Jiwa, Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia
  7. Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia

Fitur Aksesibilitas

  • Grayscale

  • High Contrast

  • Negative Contrast

  • Text to Speech

icon

Mengobrol dengan

Halo USU

Halo,
Dengan Layanan Bantuan USU
Ada yang bisa kami bantu hari ini?
- Admin