A11Y

HOME

MENU

CARI

Katalis Indigofera untuk Biodiesel Sawit

Diterbitkan Pada22 September 2025
Diterbitkan OlehDavid Kevin Handel Hutabarat
Katalis Indigofera untuk Biodiesel Sawit
Copy Link
IconIconIcon

Katalis Indigofera untuk Biodiesel Sawit

 

Diterbitkan oleh

David Kevin Handel Hutabarat

Diterbitkan pada

Senin, 22 September 2025

Logo
Download

Penelitian USU menunjukkan limbah daun Indigofera zollingeriana dapat dijadikan katalis CaO heterogen untuk produksi biodiesel sawit berkelanjutan. Temuan ini menegaskan potensi energi bersih yang ramah lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi sirkular di Indonesia.

Energi terbarukan telah lama menjadi topik besar di dunia, tetapi untuk negara seperti Indonesia, tantangannya terasa lebih nyata. Ketergantungan pada bahan bakar fosil tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga menimbulkan persoalan kemandirian energi. Di tengah isu itu, sekelompok peneliti dari Universitas Sumatera Utara menawarkan solusi menarik: memanfaatkan limbah tanaman Indigofera zollingeriana sebagai katalis ramah lingkungan untuk memproduksi biodiesel dari minyak sawit.


Artikel berjudul Sustainable production of CaO rich-indigofera (Indigofera zollingeriana) as heterogeneous catalyst of biodiesel from refined bleached deodorized palm olein using associated transesterification process diterbitkan pada 2025 di Results in Engineering. Artikel ini ditulis oleh Taslim, Silvia Nova, Renita Manurung, Iriany, Vikram Alexander, dan Anggara Dwita Burmana.


Penelitian ini berangkat dari kebutuhan besar akan energi alternatif. Indonesia, sebagai salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk menghasilkan biodiesel. Minyak sawit olahan, khususnya refined bleached deodorized palm olein (RBDPO), bisa diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan melalui proses transesterifikasi. Namun, kuncinya terletak pada penggunaan katalis. Selama ini, katalis homogen berbasis kimia seperti natrium hidroksida digunakan, tetapi menghasilkan limbah cair yang sulit ditangani.


Di sinilah gagasan tim ini muncul: menggunakan katalis heterogen berbasis kalsium oksida (CaO) yang diperoleh dari biomassa tanaman Indigofera zollingeriana. Tanaman ini sebenarnya lebih dikenal sebagai pakan ternak, tetapi limbah daunnya yang melimpah jarang dimanfaatkan. Melalui proses kalsinasi—pemanasan pada suhu tinggi—daun kering indigofera dapat menghasilkan abu yang kaya CaO. Abu inilah yang diuji sebagai katalis baru.


Menurut Taslim, pendekatan ini menyentuh dua isu sekaligus: energi dan keberlanjutan. “Kami tidak hanya bicara soal biodiesel, tetapi juga soal bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal yang murah, melimpah, dan ramah lingkungan,” ujarnya.


Proses yang mereka gunakan adalah transesterifikasi, yaitu reaksi kimia yang mengubah trigliserida dalam minyak sawit menjadi metil ester (biodiesel) dengan bantuan alkohol dan katalis. Peran katalis sangat penting di sini. Katalis homogen memang efektif, tetapi bermasalah karena setelah reaksi selesai, produk sampingnya sulit dipisahkan dari biodiesel. Sebaliknya, katalis heterogen bisa dipisahkan dengan mudah, digunakan kembali, dan menghasilkan limbah yang jauh lebih sedikit.


Penelitian ini menemukan bahwa katalis berbasis CaO dari indigofera mampu bekerja efektif dalam mengubah RBDPO menjadi biodiesel. Uji laboratorium menunjukkan bahwa rendemen biodiesel yang dihasilkan memenuhi standar internasional. Tidak hanya itu, katalis ini dapat digunakan berulang kali tanpa penurunan kinerja yang signifikan.


Hal menarik lain adalah keberlanjutan bahan bakunya. Indigofera tumbuh cepat, tidak bersaing langsung dengan tanaman pangan, dan sering ditanam sebagai pakan ternak atau penutup tanah. Dengan begitu, pemanfaatan daunnya sebagai katalis tidak mengganggu rantai pasokan pangan. Justru, ia membuka peluang nilai tambah baru dari tanaman yang sebelumnya dianggap hanya memiliki kegunaan terbatas.


Dalam penelitian ini, tim juga menekankan pentingnya konteks lokal. Indonesia tidak hanya kaya minyak sawit, tetapi juga menghadapi tantangan lingkungan akibat limbah sawit dan polusi udara dari pembakaran bahan bakar fosil. Biodiesel berbasis katalis ramah lingkungan menawarkan jawaban ganda: mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus meminimalisir dampak limbah industri.
Taslim menekankan bahwa penelitian ini merupakan langkah awal. Ia mengatakan, “Kami sudah membuktikan efektivitas katalis indigofera di laboratorium. Langkah berikutnya adalah mengujinya pada skala lebih besar agar bisa benar-benar digunakan di industri.”


Selain aspek teknis, penelitian ini juga menyentuh sisi sosial-ekonomi. Jika dikembangkan lebih lanjut, produksi katalis dari indigofera bisa membuka lapangan kerja baru di pedesaan, khususnya daerah penghasil tanaman ini. Masyarakat bisa dilibatkan dalam proses pengumpulan, pengeringan, hingga pengolahan daun menjadi abu katalis. Dengan begitu, manfaatnya tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi juga langsung dirasakan masyarakat.


Studi ini juga memberi sinyal positif bagi pengembangan ekonomi sirkular. Limbah pertanian yang biasanya dibuang kini bisa menjadi bahan baku penting dalam produksi energi bersih. Konsep ini sejalan dengan tren global menuju dekarbonisasi dan pemanfaatan sumber daya berkelanjutan.


Meski demikian, tim peneliti menyadari masih ada tantangan. Proses kalsinasi membutuhkan energi tinggi, sehingga perlu dicari cara untuk menekan biaya dan emisi yang muncul dari tahap ini. Selain itu, uji jangka panjang mengenai ketahanan katalis perlu dilakukan, terutama bila digunakan dalam skala industri yang besar. Namun, hasil awal ini cukup menjanjikan untuk mendorong penelitian lanjutan.


Di dunia internasional, riset tentang katalis berbasis biomassa memang sedang berkembang. Namun, pemanfaatan Indigofera zollingeriana sebagai sumber CaO masih relatif jarang. Temuan tim dari USU ini menunjukkan bahwa Indonesia punya potensi besar untuk berkontribusi pada inovasi energi bersih, bukan hanya sebagai konsumen teknologi, tetapi juga produsen pengetahuan.


Dalam refleksinya, Taslim menyebut bahwa semangat utama penelitian ini adalah mencari solusi yang sesuai dengan kondisi lokal. “Biodiesel sering disebut sebagai energi masa depan. Tetapi agar benar-benar berkelanjutan, kita harus memastikan proses produksinya juga ramah lingkungan. Itu yang kami coba buktikan dengan indigofera,” jelasnya.


Kisah ini pada akhirnya bukan hanya tentang biodiesel atau katalis, melainkan tentang cara pandang baru dalam melihat limbah. Apa yang dulu dianggap tidak berguna ternyata bisa menjadi kunci bagi masa depan energi bersih. Penelitian Taslim dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa solusi besar bisa lahir dari hal-hal sederhana, asalkan ada kemauan untuk meneliti dan mengembangkannya.

SDGsSDGs 9

Detail Paper

JurnalResults in Engineering
JudulSustainable production of CaO rich-indigofera (Indigofera zollingeriana) as heterogeneous catalyst of biodiesel from refined bleached deodorized palm olein using associated transesterification process
PenulisTaslim, Silvia Nova, Renita Manurung, Iriany, Vikram Alexander, Anggara Dwita Burmana
Afiliasi Penulis
  1. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Fitur Aksesibilitas

  • Grayscale

  • High Contrast

  • Negative Contrast

  • Text to Speech

icon

Mengobrol dengan

Halo USU

Halo,
Dengan Layanan Bantuan USU
Ada yang bisa kami bantu hari ini?
- Admin