Inovasi Bahan Bakar Ganda dan Nano-Additives: Terobosan Peneliti USU Menuju Mesin Diesel Ramah Lingkungan

Inovasi Bahan Bakar Ganda dan Nano-Additives: Terobosan Peneliti USU Menuju Mesin Diesel Ramah Lingkungan
Diterbitkan oleh
David Kevin Handel Hutabarat
Diterbitkan pada
Senin, 08 Desember 2025

Penelitian dari Universitas Sumatera Utara ini menghadirkan terobosan mesin diesel ramah lingkungan melalui kombinasi bahan bakar ganda dan partikel nano. Inovasi ini mampu meningkatkan efisiensi pembakaran hingga 42% sekaligus menekan emisi karbon, menawarkan solusi realistis menuju masa depan energi bersih.
Berangkat dari hati yang risau dengan suara bising mesin diesel yang selama ini identik dengan asap hitam dan bau bahan bakar, tim peneliti dari Universitas Sumatera Utara mencoba membalikkan stigma tersebut. Nyatanya, mesin diese bukan sekadar mesin yang boros dan kotor, melainkan peluang untuk mengubahnya menjadi jantung energi yang efisien dan bersih. Melalui riset yang memadukan strategi bahan bakar ganda dan partikel nano, dua peneliti USU, Tulus Burhanuddin Sitorus dan Taufiq Bin Nur dari Prodi Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU, berhasil membuka jalan baru bagi masa depan mesin diesel di era energi terbarukan.
Penelitian yang sudah dipublikasi internasional dalam jurnal Applied Energy ini, menegaskan bahwa mesin diesel tak harus menjadi musuh lingkungan. Dengan pendekatan integratif yang jarang dilakukan sebelumnya, mereka memadukan tiga bidang penelitian besar. Diantaranya ialah strategi bahan bakar ganda (dual-fuel), penggunaan nano-additives, dan teknologi pembakaran canggih. Hasil yang didapatkan bukan hanya peningkatan efisiensi. Tetapi juga potensi nyata untuk menekan emisi tanpa harus mengganti seluruh infrastruktur mesin yang ada.
“Ini adalah solusi yang tidak hanya visioner, tapi juga realistis untuk negara berkembang seperti Indonesia. Selama ini, banyak penelitian dunia fokus pada satu bahan bakar alternatif tertentu, kayak biodiesel, hidrogen, atau amonia. Namun, kami justru melihat bahwa masa depan energi justru terletak pada kombinasi yang cerdas,” papar Tulus dengan antusias.
Penelitian ini menemukan bahwa campuran amonia dan hidrogen mampu meningkatkan efisiensi termal mesin hingga 42 persen dibandingkan solar murni. Nah, campuran ini menghasilkan pembakaran yang lebih stabil dan hampir tanpa emisi karbon dioksida. Sementara itu, penggunaan biodiesel dengan desain injektor elips dapat menambah efisiensi 15%, dan metanol dalam sistem bahan bakar ganda juga mampu memberi peningkatan hingga 12%.
“Namun, ya kita tak bisa dipungkiri juga. Bahwa setiap bahan bakar punya sisi gelapnya. Biodiesel memang mengurangi emisi karbon monoksida dan partikel debu, tetapi justru meningkatkan nitrogen oksida (NOx) akibat suhu pembakaran yang lebih tinggi,” ujar Taufik.
Alkohol seperti etanol dan methanol memang memiliki efek pendinginan dan pembakaran yang lebih homogen, tapi mudah mengalami penundaan penyalaan. Hidrogen hampir sempurna secara emisi, tapi sangat reaktif dan sulit dikendalikan. Nah, di sinilah letak inovasi para peneliti USU! Bukan memilih satu bahan bakar paling ideal, melainkan menyatukan berbagai bahan dan mengatur bagaimana mereka bekerja bersama secara efisien.
Rahasia lainnya terletak pada partikel berukuran nano. Penelitian tim menemukan bahwa nano-additives seperti aluminium oksida (Al2O3) dan cerium oksida (CeO2) digunakan sebagai katalis mikro untuk meningkatkan atomisasi bahan bakar. Bayangkan butiran bahan bakar yang lebih halus, terbakar lebih sempurna, dan menghasilkan energi lebih besar tanpa meninggalkan sisa gas beracun. Hasilnya, emisi karbon monoksida dan hidrokarbon bisa berkurang lebih dari 20%, sementara efisiensi termal meningkat signifikan. Dengan tambahan sekecil itu, perubahan yang dihasilkan sangat besar sebuah ilustrasi tentang bagaimana inovasi kecil bisa berdampak besar bagi masa depan energi.
“Yang membuat karya ini berbeda dari penelitian sejenis adalah cara mereka menyatukan temuan-temuan terpisah menjadi satu kerangka konseptual terpadu. Sitorus dan Nur tidak berhenti pada eksperimen laboratorium, melainkan menyusun sebuah framework perbandingan lintas bahan bakar yang memetakan hubungan antara struktur kimia, perilaku pembakaran, dan emisi yang dihasilkan.” tambah Tulus
Framework ini menjadi semacam peta besar yang bisa digunakan ilmuwan lain untuk mengembangkan sistem bahan bakar rendah emisi di berbagai negara. Mereka tidak hanya meneliti, tetapi juga menata arah baru bagi riset energi hijau global.
Lebih dari sekadar hasil ilmiah, penelitian ini membawa pesan kuat bahwa inovasi dari universitas di Indonesia mampu berdiri sejajar di panggung dunia. Menyoroti bahwa tidak ada satu bahan bakar yang sempurna, tetapi kombinasi yang cerdas dapat menjadi jembatan menuju masa depan energi bersih. Ide ini sangat relevan bagi Indonesia, negara yang masih sangat bergantung pada mesin diesel untuk transportasi laut, pertanian, dan logistik. Dengan pendekatan ini, mesin-mesin yang sudah ada tak perlu diganti total. Melainkan cukup disesuaikan dengan sistem bahan bakar ganda dan aditif nano agar lebih efisien dan ramah lingkungan.
Bayangan masa depan yang ditawarkan penelitian ini begitu nyata dan dapat dirasakan langsung oleh Masyarakat. Coba kita bayangkan, truk logistik yang tak lagi mengepulkan asap hitam, kapal nelayan yang beroperasi dengan bahan bakar hasil campuran biodiesel dan hidrogen, dan pabrik-pabrik di pelosok yang menggunakan sistem pembakaran cerdas tanpa menambah polusi. Semua itu mungkin jika inovasi dari laboratorium USU ini terus dikembangkan ke tahap penerapan industri.
Riset ini menunjukkan bagaimana ilmu pengetahuan bisa menjadi solusi nyata bagi tantangan energi dan lingkungan. Di tangan para peneliti muda Indonesia, mesin diesel tidak lagi sekadar simbol masa lalu, melainkan kendaraan menuju masa depan yang lebih bersih. Ketika partikel nano bersatu dengan strategi bahan bakar ganda, yang lahir bukan hanya efisiensi, tetapi juga harapan. Harapan bahwa teknologi tidak selalu harus datang dari luar negeri, sebab terkadang inovasi terbesar justru tumbuh dari kampus di tanah sendiri.
Detail Paper
- Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia