Restorasi mangrove di Kampung Nelayan





Restorasi mangrove di Kampung Nelayan
Diterbitkan oleh
Renny Julia Harahap
Diterbitkan pada
Minggu, 23 Mei 2021


Restorasi mangrove saat ini belum menjadi kegiatan yang mendapat perhatian masyarakat di Kampung Nelayan, Medan Belawan. Padahal kegiatan tersebut sangat membantu memulihkan kondisi lingkungan dan populasi biota pesisir, sehingga pada jangka panjang dapat mendukung kesejahteraan dan kesehatan masyarakat pesisir.
Restorasi mangrove saat ini belum menjadi kegiatan yang mendapat perhatian masyarakat di Kampung Nelayan, Medan Belawan. Padahal kegiatan tersebut sangat membantu memulihkan kondisi lingkungan dan populasi biota pesisir, sehingga pada jangka panjang dapat mendukung kesejahteraan dan kesehatan masyarakat pesisir. Oleh karena itu, salah satu kegiatan pengabdian pada Program Desa Binaan adalah restorasi mangrove bersama masyarakat Kampung Nelayan, Medan Belawan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi.
Kegiatan persemaian yang menghasilkan bibit berkualitas bagus dapat menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat karena besarnya kegiatan rehabilitasi oleh berbagai pihak di wilayah pesisir timur Sumatera Utara, sementara ketersediaan bibitnya terbatas. Pesisir timur Sumatera Utara telah kehilangan sekitar 60% mangrovenya akibat berbagai aktivitas manusia (Onrizal, 2010). Sangat banyak bibit mangrove yang diperlukan, sehingga peluang, pembibitan mangrove sebagai sumber penghasilan baru menjadi sangat menjanjikan.
Tujuan kegiatan pengabdian desa binaan ini untuk memberdayakan kelompok masyarakat dalam melakukan pemulihan ekosistem mangrove dan meningkatkan nilai tambah kegiatan penanaman mangrove melalui usaha pembibitan. Kegiatan ini bermanfaat memulihkan ekosistem mangrove di kawasan hutan negara, meningkatkan kapasitas masyarakat dalam budidaya bibit mangrove serta meningkatkan peran masyarakat dalam pelestarian ekosistem mangrove di Kampung Nelayan Seberang Medan.
Rehabilitasi lahan atau bekas lahan hutan mangrove adalah hal yang sangat penting. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang dihadapi hutan mangrove, membuat kebutuhan akan rehabilitasi menjadi suatu keharusan. Sebenarnya rehabilitasi mangrove tidak selalu harus dengan penanaman, sebab setiap tahun mangrove menghasilkan ratusan ribu benih berupa buah atau biji per pohonnya. Dengan kondisi hidrologi yang layak biji atau buah, mangrove dapat tumbuh sendiri, seperti halnya di tempat dulu mereka pernah tumbuh, sehingga kembali membentuk hidrologi normal dalam
waktu yang cepat (Brown, 2006).
Kegiatan rehabilitasi mangrove pada umumnya dilakukan dengan penanaman mangrove jenis Rhizophora sp. Pemilihan jenis ini selain ketersediaan bibit yang relatif mudah juga didasarkan pada kondisi substrat pasir berlumpur dan kemampuan tumbuh jenis ini yang tinggi. Tanpa disadari, kegiatan rehabilitasi mangrove telah mengarah kepada monospecies. Kondisi ini dalam jangka pendek dapat memberikan keuntungan terhadap ekosistem mengingat pertumbuhan mangrove jenis Rhizopora sp lebih cepat dan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan mangrove jenis lainya.
Dalam jangka panjang dikhawatirkan terjadi pengurangan spesies mangrove alami akibat dominansi satu jenis tanaman. Kekhawatiran lainnya adalah rentannya mangrove rehabilitasi terhadap serangan hama akibat sistem monospecies. Disarankan kepada pelaku rehabilitasi untuk menanam mangrove dari berbagai jenis sesuai dengan kesesuaian lahan untuk lokasi penanaman (Fitri dan Iswahyudi 2010).