Ecoprint, Inovasi Daur Ulang Berbahan Tumbuhan

Kepulan uap air membubung tinggi saat dandang untuk merebus kain diangkat. Api yang tidak terlalu besar juga sudah menyelesaikan tugasnya selama hampir 2 jam. Dandang itu berisi setidaknya tujuh hingga sepuluh gulungan kain. Kain-kain tersebut dibungkus rapi dan dibalut dengan perekat hingga tidak meninggalkan ruang. Gulungan kain yang masih panas tersebut dibiarkan mendingin agar dapat melanjutkan prosesnya.
03 Agustus 2021 /  Roni Hikmah Ramadhan
   
Ecoprint, Inovasi Daur Ulang Berbahan Tumbuhan

Proses tersebut merupakan salah satu langkah yang dilalui untuk menciptakan selembar kain yang memiliki motif tumbuhan. Eco-print, begitu masyarakat luas menyebutnya. Eco-print merupakan proses menciptakan sebuah kain bermotif tumbuhan, di mana motif tersebut berasal dari tanaman asli. Eco-print mempertahankan warna dan bentuk dari tumbuhan yang menjadi motifnya. 

Iwan Risnasari, salah seorang dosen yang berasal dari Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, terjun ke dunia Eco-print pada tahun 2019. Hal yang mendasarinya untuk menekuni Eco-print berasal dari niat untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu tugas dosen dalam mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ia memerhatikan sumber daya yang berlimpah di sekitar masyarakat untuk dijadikan bahan dasar dalam melakukan Eco-print. 

Hampir setiap hari wanita kelahiran Bondowoso 19 Agustus 1973 itu mengerjakan dengan tekun metode Eco-print untuk menciptakan berbagai macam produk. Dengan bantuan beberapa asisten yang ikut serta membantunya, Sari, begitu ia akrab disapa, menghasilkan Eco-print untuk jilbab, pashmina, tunik, kemeja, dan produk pakaian lainnya. Selain itu, ia juga menerapkan metode Eco-print untuk menghasilkan gelas, sampul buku, gantungan kunci, sepatu, hingga tas. Seluruh produk tersebut dikerjakan secara manual tanpa adanya bantuan peralatan canggih. 

Di sisi lain, pengerjaan produk yang menggunakan tenaga manual serta bahan alami menjadikannya sebagai produk dengan nilai jual tinggi. Produk Eco-print diawali dengan pencarian bahan dasar. Kain yang berasal dari serat alami lebih dipilih dibanding menggunakan kain sintetis, karena kain dengan serat alami memiliki tekstur yang dapat mengikat warna lebih kuat. 

Setelah dibersihkan, kain tersebut kemudian memasuki tahap mordan (pengikat zat warna agar tidak melarut dalam air atau kelembapan), dengan tujuan untuk membuka pori-pori kain agar pewarnaan nantinya dapat merata. Setelahnya, daun ataupun bagian tumbuhan lainnya yang akan digunakan sebagai motif ditempelkan di kain tersebut. Untuk menjaga agar posisi daun tidak bergeser, kain tersebut ditutupi lagi dengan selapis kain selimut lalu digulung hingga padat. Gulungan itu nantinya akan dikukus. Kain yang telah dikukus selanjutnya dikeringkan dengan cara dianginkan. Kain tidak boleh dijemur dengan terpapar cahaya matahari langsung karena akan merusak pewarnaan dan motif yang dilakukan. Proses pengeringan dapat memakan waktu satu hingga dua minggu. 

Tumbuhan yang digunakan berasal dari berbagai macam jenis, seperti Jati, Secang, hingga Gambir. Bagian tumbuhan yang digunakan pun beragam, mulai dari daun atau bunga, selama dapat mengeluarkan warna dan memiliki motif bagus. Ia menyebutkan, Eco-printing akan menghasilkan limbah yang sedikit serta penggunaan bahan kimia yang rendah. Selain itu juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena prosesnya yang dapat dilakukan pada industri rumah tangga. Bahan dasar yang berlimpah memudahkan masyarakat untuk mengembangkan Eco-print. 

Beberapa indikator tersebut mendorongnya untuk melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di berbagai tempat. Bersama Ketua Departemen Teknologi Hasil Hutan USU, Arif Nuryawan, S Hut, M Si, Ph D, serta Dr Bejo Slamet, S Hut, M Si, Sari melakukan serangkaian pengabdian masyarakat. Pangkalan Susu dan Lubuk Kertang di Kabupaten Langkat, serta Sei Glugur di Kabupaten Deli Serdang merupakan beberapa lokasi pengabdian masyarakat yang mereka lakukan. 

Selain itu, secara mandiri, Sari juga mendirikan unit usaha Eco-print yang bernama Nauli Eco-print. Bersama dengan timnya, Nauli Eco-print telah melakukan banyak pelatihan Eco-print kepada masyarakat. Yang terbaru, Nauli Eco-print memberikan pelatihan kepada pengungsi yang berada di bawah naungan International Organization for Migration (IOM), sayap organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pengungsi yang berasal dari Somalia, Sri Lanka, serta Afganistan dilatih untuk bisa menghasilkan produk Eco-print pada 21-25 Juni 2021. 

Wanita ini mantap untuk terus melakukan penelitian di bidang pemanfaatan hasil hutan, yakni Eco-print. Ia dan timnya terus berupaya melakukan pengujian terhadap berbagai tumbuhan yang dimungkinkan sebagai bahan dasar pembuatan produk Eco-print. Ia memercayai upayanya tersebut akan membuka wawasan masyarakat mengenai Eco-print sebagai usaha yang menjanjikan. (RR)

  • Lainnya


    Loading...Loading...Loading...Loading...
Accessibility Icon
disability features
accesibility icon
accesibility icon
accesibility icon
accesibility icon
Scroll Down