Sekretaris USU Edukasi Perempuan pada Peringatan Hari Ibu

Sekretaris USU Edukasi Perempuan pada Peringatan Hari Ibu
Diterbitkan oleh
Renny Julia Harahap
Diterbitkan pada
Rabu, 24 Desember 2025

Dalam rangka memperingati Hari Ibu, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) menggelar live Instagram edukatif bertajuk “Sayangi Ibu, Kenali Gangguan Masa Menopausenya”, Selasa (23/12/2025) siang. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesehatan perempuan, khususnya pada fase perimenopause dan menopause.
Live Instagram tersebut menghadirkan narasumber Sekretaris Universitas Sumatera Utara, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar, M.Ked (OG), Sp.OG, Subsp.FER, dengan moderator Risky Putri Candra Pamungkas, S.Tr.Keb. Acara berlangsung informatif dan inspiratif dengan menyoroti perubahan fisik, psikologis, hingga sosial yang dialami perempuan menjelang dan setelah menopause.
Dalam pemaparannya, Prof Fidel menegaskan, bahwa perimenopause dan menopause merupakan proses alami dalam kehidupan perempuan. Namun, fase ini kerap disertai berbagai perubahan yang signifikan dan seringkali tidak disadari oleh lingkungan terdekat, termasuk suami dan anak-anak.
“Perimenopause adalah fase transisi beberapa tahun sebelum menopause, ditandai dengan fluktuasi hormon estrogen dan progesteron. Gejalanya sangat beragam dan sering tidak terlihat, tetapi berdampak besar bagi ibu,” ujarnya.
Gejala yang umum muncul pada masa perimenopause antara lain siklus haid yang mulai tidak teratur, gangguan tidur, kelelahan, perubahan suasana hati, kecemasan, stres, serta penurunan konsentrasi. Selain itu, penurunan hormon estrogen juga dapat menyebabkan penurunan gairah seksual, kekeringan vagina, nyeri otot, serta penurunan kepadatan tulang.
Prof Fidel menjelaskan, bahwa menopause menandai berhentinya fungsi ovarium secara permanen, dengan usia rata-rata global sekitar 51 tahun. Di Indonesia, usia menopause cenderung lebih muda, yakni berkisar 48–49 tahun. Saat ini, diperkirakan terdapat sekitar 32 juta perempuan Indonesia yang telah memasuki masa menopause, dan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring bertambahnya angka harapan hidup.
Menariknya, hanya sekitar 10 persen perempuan Indonesia yang melaporkan sindrom menopause berat, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara Barat. Namun, menurut Prof Fidel, hal ini bukan berarti perempuan Indonesia lebih kebal, melainkan karena gejala menopause sering dianggap wajar, tabu untuk dibicarakan, dan kurang mendapatkan perhatian medis.
“Menopause sering dianggap akhir dari kehidupan seksual dan peran perempuan, sehingga banyak ibu merasa tidak berharga. Padahal, ini bukan akhir, melainkan awal fase kebijaksanaan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti keterbatasan layanan kesehatan menopause di Indonesia. Saat ini, layanan kesehatan perempuan masih berfokus pada kehamilan, persalinan, dan keluarga berencana, sementara edukasi dan layanan khusus menopause masih sangat minim dibandingkan negara maju yang telah memiliki klinik menopause, konseling hormonal, dan pendampingan rutin.
Melalui kegiatan ini, POGI mengajak masyarakat untuk lebih peduli, memahami, dan mendukung perempuan yang memasuki masa perimenopause dan menopause, dimulai dari lingkungan keluarga hingga sistem layanan kesehatan.
“Tubuh perempuan memang berubah, tetapi kasih sayang dan pengorbanannya tidak pernah berkurang. Tugas kita adalah mendampingi dan memastikan para ibu tetap sehat, nyaman, dan memiliki kualitas hidup yang baik,” tutup Prof Fidel.(RJ)