Prof. Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST., MT.
Prof. Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST., MT.

  • Kontributor

    Renny Julia Harahap

    Humas USU
  • Fotografer

    Humas

    Universitas Sumatera Utara
  • Tanggal Publikasi
    Januari. 29, 2022
  • Bagikan Artikel
      

Prof. Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST., MT.

Prof Dr Eng Himsar Ambarita, ST, MT, merupakan salah seorang professor muda di lingkungan USU yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan inti universitas. Saat ini ia menjabat sebagai Ketua Tim World Class University (WCU) USU, yang tak henti menggelorakan semangat dan upaya untuk memasukkan USU dalam peringkat 500 besar perguruan tinggi dunia. 

Lahir pada tanggal 10 Juni 1972 dan menghabiskan masa kecilnya di Kampung Jagung, salah satu dusun kecil di kawasan Danau Toba, Himsar Ambarita mengaku tidak memiliki cita-cita saat kecilnya. Anak pertama dari 7 bersaudara pasangan Bonar Sosipader Ambarita dan Ruslina Saragi ini mengaku sering terlibat dalam bidang pertanian sejak ia kecil, meski kurang menyukainya.

“Ibu saya seorang guru SD, sementara Bapak seorang petani di kampung,” ia mengisahkan sejarah keluarganya.

Ibunya, Ruslina Saragi sudah meninggal dunia 3 tahun yang lalu, sementara sang bapak saat ini tinggal bersamanya. “Mayoritas saudara kandung saya berlatar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang teknik,” akunya.

Orang tua Prof Himsar dulunya memiliki gilingan padi kecil-kecilan. Sejak kecil ia sudah diminta untuk membantu menggiling padi. Itu sebabnya sejak duduk di bangku SMP ia sudah kenal mesin, salah satu alasan mengapa ia akhirnya memilih masuk Fakultas Teknik Mesin USU pada tahun 1991. Berawal dari sanalah ia kemudian menunjukkan minat yang lebih intens terhadap bidang teknik mesin.

Meski sebelumnya ia tak terlalu berminat menjalani perkuliahan, namun setelah menjadi mahasiswa, dinamika kuliah di USU dianggapnya paling pas dengan karakter dan keinginannya. Ia mengaku nyaman di fakultas yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persahabatan, solidaritas dan persaudaraan itu.

“Setiap kali menjelang ujian dulu ada tutorial dan saya bersama teman-teman selalu menggelar kegiatan belajar bersama. Saya biasanya yang bertindak sebagai mentor. Dari sana banyak teman-teman yang bilang saya cocok jadi dosen,” kenangnya.

Meski demikian, Himsar sebenarnya ingin berkarir di perusahaan swasta yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal itulah yang kemudian mendorongnya untuk mengirimkan lamaran ke perusahaan minyak seperti Pertamina, Caltex dan lain-lain.

Namun takdir ternyata membawanya ke jalan yang berbeda dengan kemauannya. Saat itu USU membuka lowongan sebagai dosen yang dinamai Proyek Karya Siswa, di mana sebelumnya para peserta yang lolos akan disekolahkan dulu baru bisa menjadi dosen. Himsar kemudian mengambil kesempatan tersebut dan memilih melanjutkan pendidikan S-2 ke Institut Teknologi Bandung.

“Setelah kembali dari Bandung baru saya diangkat menjadi PNS dan ditempatkan di USU. Awalnya pengen jadi dosen karena didorong teman-teman. Namun kemudian setelah menjadi dosen saya kok merasa jadi anak bawang. Karena waktu kembali dari pendidikan, yang diajar adalah teman-teman sendiri, yang umumnya belum tamat. Makanya saya kemudian berpikir untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Kembali dari Bandung pada awal 2002, saya langsung ikut seleksi beasiswa S3 ke Jepang. Motivasi sekolah ya sebenarnya karena menghindari mengajar, nggak enak ketemu teman-teman dan mengajar mereka,” kenang Prof Himsar sembari tertawa.

Awalnya, Himsar berkeinginan mengambil beasiswa ke Amerika. Namun karena ada peristiwa peledakan WTC, warga Indonesia diblok masuk ke Amerika Serikat dan Eropa. Akhirnya ia memilih Jepang dan berhasil lulus seleksi bersama 30 peserta dari seluruh Indonesia, mengalahkan ratusan pendaftar lainnya.

Prof Himsar berangkat ke Jepang pada 1 April 2003. Ia mengambil bidang energi di Muroran Institute and Technology Jepang. Yang unik, meskipun memilih beasiswa ke Jepang, Himsar sama sekali belum bisa Bahasa Jepang. Ia hanya mengandalkan kemampuan Bahasa Inggris seadanya. Ironisnya, masyarakat Jepang justru banyak yang tidak tahu Bahasa Inggris. Jadi tidak terlalu berguna kepintaran berkomunikasi dalam Bahasa Inggris di Jepang. Anehnya, orang Jepang sangat piawai sekali menulis dalam Bahasa Inggris, bahkan dengan tata kalimat yang sangat sempurna.

Satu tahun pertama di Jepang, para siswa ditempatkan di asrama, pada wisma internasional. Saat berangkat dari tanah air, status Himsar masih lajang. Tahun kedua di Jepang, Himsar memutuskan menikah dengan teman dekatnya yang mengabdi sebagai dosen di Fakultas Pertanian USU, Dr Nauas Domu Marihot Romauli, STP, M Eng dan membawanya ke Jepang. Anak pertama mereka lahir di sana dan diberi nama Aika, yang memiliki arti bunga cinta.

Setelah lebih kurang 6 tahun bermukim di Jepang, pada tahun 2010 Himsar kembali ke Indonesia. Pada tahun 2011, bersama para mahasiswanya, ia menginisiasi Tim Horas. Di situ baru ia menikmati indahnya aktivitas sebagai seorang dosen. Hari-harinya kemudian disibukkan dengan berbagai aktivitas, mulai dari mengajar, penelitian, publikasi dan ikut dalam berbagai kegiatan perumusan kebijakan peningkatan publikasi universitas bersama Tim Biro Rektor. Pada tempo tersebutlah ia meluangkan banyak waktu untuk menulis dan menghasilkan dua buku yang berjudul; Perpindahan Panas dan Massa (Penyelesaian Analitik dan Numerik) – 2017, diterbitkan Inteligensia Media Malang serta buku Termodinamika Teknik Fundamental dan Aplikasi           - 2017, juga diterbitkan oleh Inteligensia Media Malang.

Ia juga aktif di klinik publikasi ilmiah dan didapuk menjadi ketua. Pada tahun 2014, USU keluar statuta, ia diminta untuk masuk ke dalam tim untuk membuat Rencana Jangka Panjang dan Rencana Strategis USU, kemudian ditunjuk sebagai Ketua Tim World Class University USU. Sebuah tugas yang diakuinya sangat berat, namun harus ditunaikan dengan penuh semangat dan hati gembira.

Belum lama ini, nama Prof Dr Eng Himsar Ambarita ST, MT bersama dengan Prof Drs Mahyuddin M.IT, PhD, dari Universitas Sumatera Utara (USU) masuk dalam daftar 2% Ilmuwan Paling Berpengaruh di Dunia. Hal ini berdasarkan data yang dilansir oleh Elsevier BV dan Stanford University. Rilis update database per tanggal 20 Oktober 2021 itu memuat 58 ilmuwan berafiliasi Indonesia yang masuk daftar dalam kategori single year. Prof Himsar Ambarita yang merupakan salah seorang Guru Besar USU dari Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik menduduki posisi ke-44 dalam daftar tersebut.

Ia mengaku sangat bersyukur dan termotivasi untuk melakukan lebih banyak kerja riset yang bermanfaat dengan keluarnya data tersebut. Khususnya riset berbasis teknologi yang memiliki kontribusi dalam memudahkan manusia untuk menjalani fungsi sosial dan ekonomi.

“Saya berharap di tahun-tahun mendatang akan semakin banyak dosen USU yang berhasil masuk dalam daftar ini, serta memberikan pengaruh signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ungkapnya. 

Prof Himsar telah banyak melakukan kegiatan riset, di mana salah satu risetnya yang berjudul Rancang Bangun Mesin Pengering Surya Kontinu Sistem Integrasi Photovoltaic-Thermal (PV-T) dan Thermal Storage, dianggap oleh Elsevier-Stanford University kualitasnya memiliki dampak yang sangat baik. Pengering matahari tersebut bisa beroperasi di malam hari, sehingga waktu pengeringan yang dibutuhkan menjadi lebih pendek.

Beberapa riset lain telah dilakukan oleh Prof Himsar, di antaranya Perbaikan Mutu Kakao Indonesia melalui Metode Pengeringan (2013-2014), Karakteristik Adsorben campuran Alumina Aktif dan Karbon Aktif sebagai Generator Mesin Pendingin Energi Surya (2014-2015), Modifikasi dan pengujian mesin diesel berbahan bakar ganda (dual-fuel) diesel-biogas (2016), Rancang Bangun Alat Desalinasi Air Laut Energi Surya Hibrida Sistem Vakum Alami Bertingkat (2016-2017), Rancang bangun pemanas air tenaga surya system pipa panas menggunakan Fluida Sekunder (2017), Mesin Pengering kompak yang memanfaatkan panas buang kondensor sistem pengkondisian udara (2017) dan Pengembangan, Analysis dan Optimasi Kolektor Surya Plat Datar Hybrid (2018).           

Publikasi Prof Himsar di scopus per 23 Oktober 2021 sebanyak 134 buah dengan h index 14. Banyak karya yang telah ia hasilkan. Di masa pandemi ini, iau menciptakan beberapa alat, diantaranya bilik sterilizer dan nano healing yang sudah di hak cipta dan di hak patenkan.

Dalam hidupnya, Prof Himsar sangat menyukai kompetisi yang sehat dalam berbagai hal. “Bagi saya, kompetisi itu membantu kita mencintai diri sendiri, juga respek dengan orang lain. Kompetisi ini melatih orang untuk bisa menerima kekalahan, karena tidak mungkin menang terus. Tanpa kompetisi hidup jadi kurang bergairah. Saya orangnya selalu ingin tantangan baru. Sekarang ini kan saya juga mendapatkan tantangan dalam tugas, bagaimana agar USU bisa masuk ke 500 besar universitas dunia. Hal itu membuat adrenalin terpacu, sehingga ketika bangun pagi, ada semangat tersendiri untuk menyambut hari,” tutur Guru Besar USU yang senantiasa terlihat awet muda itu.

Untuk mempertahankan stamina dan kebugaran, selain tidur cukup 6-7 jam sehari dan rutin berolahraga, Prof Himsar juga tak pernah lupa mengonsumsi jus buah (fruit juice) racikannya sendiri yang dinamai jus 7 naga, yakni campuran 7 jenis buah plus buah naga. “Nggak ada gunanya semua yang kita lakukan dan kita dapatkan kalau tubuh tidak sehat. Kesehatan dan berat badan harus dijaga. Seorang dosen itu harus bisa menjadi contoh, tidak saja di ranah intelektual, namun juga dalam bidang kesehatan,” tandasnya.

Di saat senggang dan jenuh dengan rutinitas, Prof Himsar memilih menulis dan bermain drone. Setiap bangun pagi, ia pasti menulis. Meskipun jadwal padat, tapi di akhir minggu pasti selalu disempatkan untuk menulis, khususnya untuk berbagai fenomena sosial yang sedang viral, minimal di media sosial, yang nantinya akan dibukukan. Jika sedang menulis, selama 6 jam ia akan mengurung diri, fokus dan tidak bisa diganggu.

Pada bagian akhir pembicaraan, Prof Himsar mengajak para dosen USU mendiseminasikan apa yang mereka miliki. Jangan cukup puas hanya dengan mengajar, karena hal itu sangat membantu perkembangan universitas.

“Karya fenomenal USU itu yang agak kurang munculnya. Jadi ayo untuk semua dosen, kita tingkatkan kreativitas dan inovasi kita untuk mendongkrak reputasi USU. Saya cukup senang dengan adanya kampus merdeka ini, sehingga bisa berkarya dengan mahasiswa serta sharing pengalaman dan bekerja bersama mereka. Mahasiswa dan dosen sama-sama diuntungkan dengan kebijakan ini,” pungkasnya. (RJ)