Dr Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir
Gambar Tokoh

  • Kontributor

    Staff Humas

    Humas
  • Fotografer

    Staff Humas

    Humas
  • Tanggal Publikasi
    Mei. 24, 2021
  • Bagikan Artikel
      

Dr Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir

Jarum jam dinding di Kantor Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara (MWA USU) masih menunjukkan waktu pukul sembilan lewat beberapa menit pada Senin (8/3/2021) pagi. Udara sehangat matahari ketika sebuah mobil bercat hitam memasuki pelataran parkir dan beberapa pegawai yang bertugas serta petugas keamanan terlihat tergopoh-gopoh menyambut, bersiaga menunggu seseorang keluar dari dalam mobil tersebut.

Begitu pintu mobil terbuka, seorang perempuan dengan wajah ramah dan senyum yang semringah, turun dari mobil dengan anggun dan menyapa hangat orang-orang yang menyambutnya. Mengenakan gaun midi motif terusan dengan kombinasi warna deep purple dan magenta, dilengkapi aksen floppy hat anyaman yang melindungi kepalanya, membuat kesan elegan dan modis melekat kuat dalam penampilannya. Disempurnakan pula dengan sepasang sneakers yang membalut kakinya.

Sosok stylish itu adalah Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara (MWA USU), Dr Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir, yang dijadwalkan melakukan peninjauan ke beberapa fasilitas pendukung kegiatan akademik yang berada di lingkungan fakultas di Universitas Sumatera Utara. Kehadiran Dr Kartini (begitu ia kerap disapa) menjadi pemandangan istimewa pagi itu hingga Rabu lusanya, di mana ia akan menghadiri beberapa agenda yang selaras dengan kapasitasnya sebagai Ketua MWA USU periode 2020-2025.


Dr Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir didapuk sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) USU periode 2020-2025 setelah terpilih secara aklamasi, dalam rapat pleno MWA USU pada 24 Oktober 2020. Ia resmi menggantikan Ketua MWA USU sebelumnya, (Alm) Drs Panusunan Pasaribu, MM.


Bersama-sama dengan Rektor USU Dr Muryanto Amin, S Sos, M Si, Sekretaris MWA Prof dr Guslihan Dasatjipta, Sp A (K) dan para anggota MWA USU lainnya, perempuan yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Republik Argentina merangkap Republik Paraguay dan Republik Uruguay itu berjalan dengan santai dan lincah di sepanjang kegiatan. Peninjauan diawali dari Fakultas Ilmu Budaya, dilanjutkan ke Perpustakaan USU, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Fakultas Kedokteran sebagai penutup.

Sebelum melakukan peninjauan, kami meminta waktu beberapa saat untuk berbincang-bincang dengan istri salah seorang ekonom ternama Indonesia, Alm Dr Sjahrir itu. Dengan ramah ia menyanggupi permintaan itu dan menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan dengan santai dan penuh semangat.

 

USU dan Tantangan Baru

Dengan kapasitas yang dimilikinya saat ini sebagai Ketua Majelis Wali Amanat USU, Dr Kartini menyadari benar tanggungjawabnya untuk ikut mendukung kemajuan USU di masa-masa mendatang. Terlebih berbagai tantangan di era Revolusi Industri 4.0 menuntut alumni perguruan tinggi yang dihasilkan oleh USU tidak lagi sekadar sebagai sarjana yang menguasai teori-teori keilmuan namun harus tampil mumpuni sebagai sarjana unggul yang tangguh dan siap pakai.


“Universitas Sumatera Utara saat ini dihadapkan kepada tantangan baru yang tidak bisa menunggu dan semua orang yang ada di dalam gerbong institusi ini harus ikut dalam menjawab tantangan tersebut. Ini kita masih berada di masa pandemi. Coba kita lihat bagaimana sistem belajar berubah secara signifikan. Ruang-ruang kelas tidak lagi menjadi syarat utama terwujudnya proses belajar di perguruan tinggi dan lembaga pendidikan di bawahnya. Semua difasilitasi oleh kecanggihan teknologi. Pembelajaran berubah dengan sistem daring dan menggunakan zoom, google classroom dan sebagainya,” katanya dengan mimik serius.


Menurut perempuan yang lahir di Simargala Huta Namora, Silaen, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, pada 1 Februari 1950 lalu itu, USU memiliki tantangan tersendiri untuk merespon kondisi yang terjadi saat ini.


“Waktu tidak bisa menunggu. Harus cepat tanggap. Percepatan dalam teknologi menciptakan konsekuensi logis tersendiri. Para dosen dan mahasiswa harus memiliki sarana dan prasarana yang mendukung dalam melakukan sistem belajar jarak jauh atau daring. Peralatan teknologi harus dilengkapi oleh institusi. Maka hal tersebut akan berdampak kepada kebijakan-kebijakan yang diambil oleh USU,” ujarnya.


Dengan sorot mata yang menyiratkan keteguhan, ibu dari satu orang putera itu juga menekankan pentingnya USU untuk memikirkan sejauhmana pembangunan infrastruktur bisa dilakukan untuk menunjang program belajar. Mulai dari pengadaan dan renovasi laboratorium-laboratorium untuk riset di seluruh fakultas sampai fasilitas-fasilitas lain yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, yaitu proses digitalisasi teknologi informasi.


Selain itu, “Kita juga jangan melupakan beberapa hal yang terlihat sepele namun cukup penting perannya dalam menciptakan kampus yang nyaman untuk kegiatan belajar dan mengembangkan diri. Fakultas-fakultas yang ada harus dilengkapi dengan toilet-toilet yang bersih, taman-taman yang nyaman, kafetaria dengan makanan dan minuman bergizi, yang kesemuanya itu mendukung para mahasiswa untuk belajar dan para dosen serta pegawai bekerja dengan hati gembira. Benar, kan?” Ia meminta persetujuan untuk argumennya.


Menurut alumni Fakultas Antropologi dari Universitas Indonesia tahun 1976 ini, kampus harus bisa menjadi rumah bagi mahasiswa. Di mana mahasiswa tidak merasa terbebani ketika ia harus berangkat ke kampus untuk belajar. Kampus yang nyaman juga akan menjadikan silaturahmi antar mahasiswa menjadi lebih baik.


“Kampus itu fasilitas yang masih kurang harus segera ditambah, yang belum lengkap dilengkapi. Dibuat seasri dan sehijau mungkin jadi tidak terasa membosankan seperti kantor,” katanya.


Menyinggung posisinya sebagai Ketua Majelis Wali Amanat USU, Dr Kartini yang berhasil menyelesaikan S2-nya di Boston University dan meraih gelar Master pada tahun 1981 itu menyebut institusinya akan aktif dan tanggap dalam melaksanakan fungsi monitoring, pengawasan dan advisory untuk rektor.


“Kami dari MWA akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada rektor untuk melaksanakan tugasnya sehingga dapat bekerja secara optimal demi USU. Rektor dan jajaran pimpinan lainnya harus mau bekerja keras dan meluangkan waktu secara full time dan menjadi dream team. Para wakil rektor serta jajaran pimpinan di bawahnya harus dipilih dari orang-orang yang tepat dan memiliki visi yang sama untuk membangun kampus,” harapnya.


Bekerja keras itu, imbuhnya, gampang diucapkan namun sulit dilaksanakan. Implementasinya perlu diuji.

 

Kampus Jangan Berpolitik

Dr Kartini menegaskan bahwa perguruan tinggi idealnya adalah sebagai lembaga yang memproduksi manusia-manusia unggul dan berprestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Untuk itu ia mengingatkan agar seluruh jajaran pimpinan universitas dari yang tertinggi hingga yang terendah untuk bersatu dalam perbedaan. “Manusia-manusia unggul itu antara lain ditunjukkan dengan sikapnya yang mampu menerima perbedaan dan tidak berkubu-kubu. Mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Yang terpenting itu adalah performancenya, dedikasinya.”


Ia juga menekankan bahwa kampus hendaknya jangan berpolitik. “Boleh paham politik, tapi jangan berpolitik. Tak ada orangtua yang rela membayar uang kulian anaknya untuk berpolitik,” tandasnya.


Dr Kartini mengisyaratkan bahwa MWA USU akan terus mendorong kebijakan kampus untuk mengimplementasikan kebijakan kampus merdeka. MWA akan aktif berpartisipasi. “Kita ke depan akan lebih banyak membangun laboratorium dan menjalin kerja sama dengan dunia industri serta pihak-pihak yang mendukung tercapainya program kampus merdeka.


Kampus juga membutuhkan ruang konseling sebagai sarana untuk mahasiswa yang memiliki masalah pribadi yang mengganggu kehidupan mereka serta mengganggu kegiatan belajar. Dan yang terpenting, kampus saat ini harus memiliki influencer-influencer akademik,” kata peraih medali kehormatan “Order de Mayo el Merito en el Grado Gran Cruz” dari Pemerintah Argentina untuk kapasitasnya sebagai Duta Besar RI untuk Republik Argentina, Republik Paraguay dan Republik Oriental Uruguay.


Para influencer akademik itu adalah orang-orang yang nantinya akan mensosialisasikan seluruh program belajar di USU dan mempercepat akses informasi serta substansi akademik yang dibutuhkan. “Di era digitalisasi saat ini kita semua harus bergerak cepat dan tidak boleh ragu-ragu. Terbuka terhadap seluruh dinamika dan perubahan yang terjadi serta harus konsisten dalam meningkatkan kemampuan diri,” tandasnya.

 

Perempuan Harus Diberi Kesempatan untuk Maju

Secara khusus, Dr Kartini juga meminta kepada Rektor USU untuk memperhatikan apa yang disebut sebagai affirmative action yang merujuk kepada keberpihakan kepada kaum perempuan. Ia berharap posisi-posisi penting dan strategis di USU harus diberikan kepercayaan kepada kaum perempuan untuk mendudukinya.


“Perempuan harus diberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi dan dedikasinya kepada kampus. Kesempatan harus dibuka selebar-lebarnya bagi para pemimpin USU ini. Dan kepada para perempuan saya juga berpesan untuk tidak malu-malu menunjukkan kualitas dirinya. Kesempatan itu jangan hanya ditunggu, namun juga harus diciptakan,” tegasnya.


Dr Kartini melihat bahwa yang menyebabkan perempuan sulit maju bukan hanya berasal dari faktor eksternal, namun juga dari faktor internal, di mana perempuan itu sendiri yang menciptakan batasan-batasan tertentu baginya untuk menunjukkan potensi pribadinya.


“Semoga USU dapat menjadi perguruan tinggi yang bersikap adil dan membuka ruang lebih lebar bagi para perempuan dalam berprestasi. Tidak ada yang tidak bisa, yang ada hanyalah tidak mau,” katanya sembari tersenyum lebar.